wayang orang Gatotkaca
Menurut
versi pewayangan Jawa, Tetuka diasuh di kahyangan oleh Narada yang saat itu
sedang digempur oleh Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Patih tersebut
diutus rajanya, Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba.
Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Semakin dihajar, Tetuka justru semakin
kuat. Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan
saat itu juga. Narada menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di
Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka
ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang
laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke
dalam dirinya. Kemudian Tetuka bertarung melawan Sekipu dan berhasil
membunuhnya dengan gigitan taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang
menyusul ke kahyangan. Kresna memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti
menggunakan sifat-sifat kaum raksasa. Batara Guru, raja kahyangan menghadiahkan
seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan
Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu berganti nama
menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu
terbang menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.
Kisah kelahiran Gatotkaca
Kisah
kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya
sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun tali pusarnya
belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun.
Arjuna (adik
Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong nasib
keponakannya itu. Namun pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina
juga sedang bertapa mencari senjata pusaka.
Karena wajah
keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata
Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya,
Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Arjuna lalu mengejar Karna untuk
merebut senjata Konta.
Pertarungan
pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri membawa senjata Konta, sedangkan
Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Namun sarung
pusaka Konta terbuat dari Kayu Mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk
memotong tali pusar Tetuka. Akan tetapi keajaiban terjadi. Kayu Mastaba musnah
dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna yang ikut serta menyaksikannya
berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka.
Namun ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik
senjata Konta.
Dengan
kehendak dewa-dewa, bayi Gatotkaca itu dimasak seperti bubur dan diisi dengan
segala kesaktian; karena itu Raden Gatotkaca berurat kawat, bertulang besi,
berdarah gala-gala, dapat terbang di awan dan duduk di atas awan yang
melintang. Kecepatan Gatotkaca pada waktu terbang di awan bagai kilat dan liar
bagai halilintar.
Tetukar
kemudian dipinjam Narada untuk dibawa ke kahyangan yang saat itu sedang
diserang musuh bernama Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Ia diutus
rajanya yang bernama Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba.
Bayi Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Anehnya, semakin dihajar bukannya
mati, Tetuka justru semakin kuat. Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka
kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada kemudian menceburkan tubuh
Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian
melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat
kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala
jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya. Tetuka
kemudian bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya menggunakan gigitan
taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan.
Kresna kemudian memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan
sifat-sifat kaum raksasa.
Batara Guru
raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda,
Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang sejak
saat itu diganti namanya menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka
tersebut, Gatotkaca mampu terbang secepat kilat menuju Kerajaan Trabelasuket
dan membunuh Kalapracona.
Kisah Perkawinan Gatotkaca
Tersebut
dalam cerita, Raden Gatotkaca seorang kesatria yang tak pernah bersolek, hanya
berpakaian bersahaja, jauh dari wanita. Tetapi setelah Gatotkaca melihat puteri
Raden Arjuna, Dewi Pregiwa, waktu diiring oleh Raden Angkawijaya, Raden
Gatotkaca jatuh hati lantaran melihat puteri itu berhias serba bersahaja.
Berubah tingkah Raden Gatotkaca ini diketahui oleh ibunya (Dewi Arimbi) dengan
sukacita dan menuruti segala permintaan Raden Gatotkaca. Kemudian Gatotkaca
menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa putri Arjuna.
Ia berhasil
menikahi Pregiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan
saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara putra Duryudana dari keluarga Korawa.
Dari perkawinan Gatotkaca dengan Pregiwa lahir seorang putra bernama
Sasikirana. Ia menjadi panglima perang Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan
Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna. Gatotkaca memiliki dua orang istri
lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing
lahir Suryakaca dan Jayasumpena.
Menjadi Raja
Pringgandan Tremboko tewas di tangan Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba
yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang
bernama Arimba.
Arimba
sendiri akhirnya tewas di tangan Bimasena pada saat para Pandawa membangun
Kerajaan Amarta. Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah
diperistri Bima. Rencananya takhta kelak akan diserahkan kepada putra mereka
setelah dewasa.
Arimbi
memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti, Brajalamadan,
Brajawikalpa, danKalabendana. Brajadenta diangkat sebagai patih dan diberi
tempat tinggal di Kasatrian Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang
menghasut Brajadenta bahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi miliknya bukan
milik Gatotkaca.
Akibat
hasutan tersebut, Brajadenta pun memberontak hendak merebut takhta dari tangan
Gatotkaca yang baru saja dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak
Gatotkaca bertarung menghadapi kakaknya itu. Kedua raksasa kembar tersebut pun
tewas bersama. Roh keduanya kemudian menyusup masing-masing ke dalam telapak
tangan Gatotkaca kiri dan kanan, sehingga manambah kesaktian keponakan mereka
tersebut. Setelah peristiwa itu Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih
baru, bergelar Patih Prabakiswa.
Kesaktiannya
dalam perang, dapat mencabut leher. musuhnya dengan digunakan pada saat yang
penting. Gatotkaca diangkat jadi raja di Pringgadani dan ia disebut kesatria di
Pringgadani, karena pemerintahan negara dikuasai oleh keturunan dari pihak
perempuan.
Dalam perang Baratayudha Gatotkaca tewas oleh
senjata Kunta yang ditujukan kepada Gatotkaca. Ketika Gatotkaca bersembunyi
dalam awan. Gatotkaca jatuh dari angkasa dan mengenai kereta kendaraan Karna
hingga hancur lebur. Dalam riwayat, Gatotkaca mati masih sangat muda, hingga
sangat disesali oleh sekalian keluarganya
Versi
Mahabharata. Gatotkaca mengendarai kereta perang, saat membela ayahnya dalam
perang di Kurukshetra. Ilustrasi dari Mahabharata, Geeta Press.
Kematian
Gatotkaca terdapat dalam jilid ketujuh kitab Mahabharata yang berjudul
Dronaparwa, pada bagian Ghattotkacabadhaparwa. Ia dikisahkan gugur dalam perang
di Kurukshetra pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang
saudara antara keluarga Pandawa melawan Korawa. Mahabharata mengisahkan,
sebagai seorang raksasa, Gatotkaca memiliki kekuatan luar biasa terutama pada
malam hari. Setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna, pertempuran seharusnya
dihentikan untuk sementara karena senja telah tiba. Namun Gatotkaca menghadang
pasukan Korawa saat mereka dalam perjalanan menuju perkemahan mereka.Pertempuran
berlanjut; semakin malam, kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Banyak
prajurit Korawa yang dibunuhnya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa rakshasa
bernama Alambusa maju menghadapinya. Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena
Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu Irawan putra Arjuna pada pertempuran
hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap dan dibawa terbang tinggi, kemudian
dibanting ke tanah sampai hancur berantakan. Duryodana, pemimpin Korawa merasa
ngeri melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa Karna menggunakan senjata pusaka
Indrastra pemberian Dewa Indra yang bernama Vasavishakti (menurut pewayangan
Jawa, disebut senjata Konta) untuk membunuh rakshasa itu. Semula Karna menolak
karena pusaka tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan
dipergunakannya untuk membunuh Arjuna. Karena terus didesak, akhirnya Karna
melemparkan pusakanya ke arah Gatotkaca. Menyadari ajalnya sudah dekat,
Gatotkaca memikirkan cara untuk membunuh prajurit Korawa dalam jumlah besar
sekaligus sekali serang. Gatotkaca pun memperbesar ukuran tubuhnya sampai
ukuran maksimal dan kemudian roboh menimpa ribuan prajurit Korawa setelah
senjata pamungkas Karna menembus dadanya. Pandawa sangat terpukul dengan
gugurnya Gatotkaca. Dalam barisan Pandawa, hanya Kresna yang tersenyum melihat
kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna telah kehilangan pusaka andalannya
sehingga nyawa Arjuna dapat dikatakan aman
Komentar
Posting Komentar