TARI SRIKANDI


Tari Srikandi Suradewati. Dalam sejarahnya, Tari klasik gaya Yogyakarta  telah mencapai puncak kejayaan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwana VIII. Pada masa itu, kesenian Wayang wong   adalah karya monumental yang juga menjadi simbol legitimasi raja.Selanjutnya lahir beberapa beksan (tari) lepas yang idenya diambil dari penokohan dari seni pertunjukan tradisional tersebut. Beragam bentuk koreografi tercipta, baik tunggal maupun berpasangan, salah satunya adalah beksan Srikandhi Suradewati.
Tari Srikandi Suradewati adalah tari berpasangan yang mengusung cerita yang diambil dari Serat Mahabharata. Sebuah tari yang bercerita tentang peperangan antara Dewi Srikandhi dan Dewi Suradewati.Konflik ini bermula dari keinginan Prabu Dasalengkara yang ingin mempersunting Dewi Siti Sendari, sementara Dewi Siti Sendari sendiri telah terlebih dahulu dijodohkan dengan Raden Abimanyu.
Dewi Suradewati adalah adik dari Prabu Dasalengkara yang kemudian diutus untuk meminang Dewi Siti Sendari. Sayangnya, untuk memenuhi perintah kakaknya tersebut, Suradewati harus berhadapan dengan Dewi Srikandhi yang berada di pihak Raden Ambimanyu.Peperangan antara keduanya pun terjadi. Dewi Srikandhi ternyata lebih unggul dan mengakhiri pertarungan dengan kemenangan, sementara Dewi Suradewati harus takluk dalam kekalahannya.
tarian yang menggambarkan perang antara 2 orang wanita yang bernama Dewi Srikandhi dan Dewi Mustakaweni, tarian ini bertema heroik(kepahlawanan) dilakukan berpasangan wanita. Masing-masing memiliki karakter yang hampir sama yaitu sama-sama memiliki watak Putri Lanyap (bersifat tegas,tetapi kemayu) tokoh Srikandhi Mustakaweni ini adalah ceriwis dan memiliki suara agak cempreng. 

Dewi Srikandhi adalah tokoh wanita dari keluarga Pandawa. Ia merupakan salah satu istri dari Raden Arjuna.

Dewi Mustakaweni adalah anak dari Prabu Newatakawaca Musatakaweni memiliki kesaktian karena sakti maka ia dapat mengubah dirinya menjadi apa saja dan siapa saja yang dia mau. Pada saat akan mengambil Jimat Kalimasada ia mengubah dirinya menjadi Raden Gathutkaca, dan pada saat mencuri Dewi Srikandhi mengetahui pebuatan Dewi Mustakaweni karena pada saat itu Dewi Srikandi mendapat mandat untuk menjaga jimat Kalimasada, maka srikandi langsung mengejar Mustakaweni maka terjadilah perang antar keduanya. Pada saat perang Dewi Srikandi kalah oleh Dewi Mustakaweni. Lalu Dewi Mustakaweni berhasil dikalahkan oleh Bambang Priyambada dan menjadi istrinya.

Tata rias dan busana yang digunakan tarian ini adalah tata RIAS BAKU yaitu rias yang tidak mengubah bentuk dan kostum yang digunakan oleh penari atau tidak boleh dikreasi.

Busana (kostum)  Srikandi terdiri dari :

1. irah-irahan lanyap (yang dipakai di kepala).

2. sumping (yang dipakai di telinga).

3. klat bahu (yang dipakai di lengan kanan kiri).

4. mekak  dan srempang warna merah (ciri khas Srikandi).

5. sampur warna biru.

6. slepe + thothokan (semacam iket pinggang)  warna senada dengan mekaknya.

7. jarik samparan motif parang.

8. endhong, nyenyep & gendewa (anak panah panah berikut tempatnya & busurnya).

9. perhiasan terdiri dari : giwang, kalung dan gelang


Sedangkan kostum Mustokoweni terdiri dari :

1. irah- irahan lanyap.

2. sumping.
               
3. klat bahu.

4. mekak, celana panjen dan srempang warna hijau.

5. plim (rambut palsu).

6. sampur warna orange.

7. slepe + thothokan warna hijau.

8. cundrik (senjata perempuan semacam keris yang dipakai di depan).

9. perhiasan terdiri dari : giwang, kalung  dan gelang.

10. jarik parang

Tari Srikandi Mustakaweni gaya Surakarta adalah tari berpasangan yang diperankan oleh dua orang penari wanita, yaitu tokoh Srikandi dan tokoh Mustakaweni. Gerak tari Srikandi dan Mustakaweni yang tegas dan patah-patah bermakna bahwa wanita Jawa masa kini tidak hanya sebagai "konco wingking", tetapi juga harus tegas, pemberani, penuh semangat, berjuang pantang menyerah, maju, berwawasan luas, dan mandiri.
               

Dewi Srikandi ialah putri Prabu Drupada di Cempalareja yang yang menjadi istri Arjuna. Ia memiliki tabiat yang seperti laki-laki, yaitu menyukai peperangan sehingga disebut sebagai Putri Prajurit. Gerak tari Srikandi bervolume tegas, sorot mata lurus menghadap lawan, menggambarkan wanita Jawa yang pemberani dan waspada. Sedangkan Dewi Mustakaweni merupakan putri Prabu Bumiloka di negara Manimantika yang berparas cantik, cerdik, tegas, brangasan dan sakti. Sehingga gerak tari Mustakaweni yaitu tegas tapi endel (kemayu), dengan gerakan kepala patah-patah, tangan dan badan yang tegas bervolume patah-patah, serta pandangan yang jelalatan menggambarkan wanita Jawa yang penuh fikir, cerdik dan cerdas.
Dari segi kostum yang dikenakan oleh Srikandi, yaitu jarit lereng bermotif garis dan warna merah dimaknai sebagai tegas. Sedangkan kostum yang dikenakan oleh Mustakaweni yang berwarna hijau memiliki makna nyaman. Tata rias Srikandi dan Mustakaweni yang terkesan tegas menandakan wanita Jawa harus jelas dan tegas. Aksesoris berupa giwang, sumping, klat bahu, gelang dan kalung yang dikenakan oleh tokoh menggambarkan bahwa wanita Jawa harus memiliki daya traik. Selain itu, iringan musik gamelan yang terbuat dari besi dimaknai sebagai kuat dan tangguh.


SEJARAH TARI SRIKANDI
 memiliki kesaktian karena sakti maka ia dapat mengubah dirinya menjadi apa saja dan siapa saja yang dia mau. Pada saat akan mengambil Jimat Kalimasada ia mengubah dirinya menjadi Raden Gathutkaca, dan pada saat mencuri Dewi Srikandhi mengetahui pebuatan Dewi Mustakaweni karena pada saat itu Dewi Srikandi mendapat mandat untuk menjaga jimat Kalimasada, maka srikandi langsung mengejar Mustakaweni maka terjadilah perang antar keduanya. Pada saat perang Dewi Srikandi kalah oleh Dewi Mustakaweni. Lalu Dewi Mustakaweni berhasil dikalahkan oleh Bambang Priyambada dan menjadi istrinya.




Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna. Dalam pewayangan Jawa, dikisahkan bahwa Srikandi lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putra.
Dewi Srikandi menjadi suri teladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, putri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang dendam kepada Bisma. Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha. Saat perang KurukshetraBisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan terlahir sebagai seorang wanita. Oleh karena Bisma tidak ingin menyerang "seorang wanita", maka ia menjatuhkan senjatanya.[2] Setelah tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir.[3][2] Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 B

Komentar

Postingan populer dari blog ini

alat musik kecrek

TOKOH WAYANG YUDHISTIRA