TOKOH WAYANG SADEWA
Sadewa (Dewanagari: सहदेव; IAST: Sahadéva) adalah
salah satu tokoh utama dalam wiracarita Mahabharata. Ia
merupakan anggota Pandawa yang paling muda, yang memiliki saudara
kembar bernama Nakula. Meskipun kembar, Nakula dikisahkan memiliki wajah
yang lebih tampan daripada Sadewa, sedangkan Sadewa lebih pandai daripada
kembarannya. Dalam hal perbintangan atau astronomi, kepandaian Sadewa jauh
di atas murid-murid Drona yang lain. Selain itu, ia juga pandai dalam
hal beternak sapi. Maka ketika para Pandawa menjalani hukuman menyamar selama
setahun di Kerajaan Matsya akibat kalah bermain dadu melawan Korawa,
Sadewa pun memilih peran sebagai seorang gembala sapi bernama Tantripala.
Meskipun Sadewa merupakan Pandawa yang paling muda, tetapi ia
dianggap sebagai yang terbijak di antara mereka. Yudistira bahkan
pernah berkata bahwa Sadewa lebih bijak daripada Wrehaspati, guru para
dewa. Sadewa merupakan ahli perbintangan yang ulung dan mampu meramalkan
kejadian yang akan datang. Namun ia pernah dikutuk apabila sampai membeberkan
rahasia takdir, maka kepalanya akan terbelah menjadi dua.
Sadewa merupakan yang termuda di antara para Pandawa, yaitu
sebutan untuk kelima putra Pandu, raja di Hastinapura. Sadewa dan
saudara kembarnya, Nakula, lahir dari rahim putri Kerajaan Madra yang
bernama Madri (dalam pewayangan disebut Madrim). Sementara itu ketiga
kakak mereka, yaitu Yudistira, Bimasena, dan Arjuna lahir
dari rahim Kunti. Meskipun demikian, Sadewa dikisahkan sebagai putra yang
paling disayangi Kunti. Nakula dan Sadewa lahir sebagai anugerah dewa kembar
bernama Aswin, karena Pandu saat itu sedang menjalani kutukan sehingga
tidak bisa bersetubuh dengan istrinya. Keduanya lahir di tengah hutan ketika
Pandu sedang menjalani kehidupan sebagai pertapa.
Setelah kemenangan Arjuna atas sayembara memanah
di Kerajaan Pancala, maka semua Pandawa bersama-sama menikah
dengan Dropadi, putri negeri tersebut. Dari perkawinan tersebut Sadewa
memiliki putra bernama Srutakirti. Selain itu, Sadewa juga menikahi
puteri Jarasanda, raja Kerajaan Magadha. Kemudian dari istrinya yang
bernama Wijaya, lahir seorang putra bernama Suhotra.
Sangkuni adalah paman para Korawa dari pihak ibu.
Ia mengadu domba Pandawa dan Korawa, sehingga terjadi perang saudara yang
terkenal dengan sebutan Baratayuda. Melalui permainan dadu, Sangkuni
secara licik berhasil merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan
para Pandawa. Setelah itu Pandawa dan Dropadi dihukum menjalani pembuangan
selama 12 tahun di hutan, serta setahun menyamar.
Dalam penyamaran di Kerajaan Matsya, Sadewa berperan
sebagai seorang gembala sapi bernama Tantripala. Ia menyadari bahwa penderitaan
para Pandawa adalah akibat ulah licik Sangkuni. Maka ia pun bersumpah akan
membunuh orang itu apabila meletus perang saudara melawan Korawa. Setelah masa
hukuman berakhir, pihak Korawa menolak mengembalikan hak-hak Pandawa. Upaya
perundingan pun mengalami kegagalan. Perang di Kurukshetra pun
meletus. Meskipun jumlah kekuatan pihak Pandawa lebih sedikit, tetapi mereka
memperoleh kemenangan.
Pada hari ke-18 Sangkuni bertempur melawan Sadewa. Dengan
mengandalkan ilmu sihirnya, Sangkuni menciptakan banjir besar melanda dataran
Kurukshetra. Sadewa dengan susah payah akhirnya berhasil mangalahkan Sangkuni
dengan pedangnya. Sementara itu dalam pewayangan Jawa, Sangkuni bukan
mati di tangan Sadewa, melainkan di tangan Bimasena.
Dalam pewayangan Jawa, Sadewa dikisahkan lahir di
dalam istana Kerajaan Hastina, bukan di dalam hutan. Kelahirannya
bersamaan dengan peristiwa perang antara Pandu melawan Tremboko, raja raksasa
dari Kerajaan Pringgadani. Dalam perang tersebut keduanya tewas. Madrim ibu
Sadewa melakukan bela pati dengan cara terjun ke dalam
api pancaka. Versi lain menyebutkan, Sadewa sejak lahir sudah
kehilangan ibunya, karena Madrim meninggal dunia setelah melahirkan dirinya
dan Nakula. Sewaktu kecil, Sadewa memiliki nama panggilan Tangsen.
Setelah para Pandawa membangun Kerajaan Amarta, Sadewa
mendapatkan Kasatrian Baweratalun sebagai tempat tinggalnya.
Istri Sadewa versi pewayangan hanya seorang, yaitu Perdapa putri
Resi Tambrapetra. Dari perkawinan itu lahir dua orang anak bernama Niken
Sayekti dan Bambang Sabekti. Masing-masing menikah dengan anak-anak Nakula yang
bernama Pramusinta dan Pramuwati. Versi lain menyebutkan Sadewa memiliki anak
perempuan bernama Rayungwulan, yang baru muncul jauh setelah perang Baratayuda berakhir,
atau tepatnya pada saat Parikesit cucu Arjuna dilantik menjadi
raja Kerajaan Hastina. Rayungwulan ini menikah dengan putra Nakula yang
bernama Widapaksa.
Raden Sadewa atau Tangsen yang merupakan saudara kembar dari
Raden Nakula adalah bungsu dari Pandawa. Ia adalah putra dari Dewi Madrim dan
Batara Aswin, dewa kembar bersama Batara Aswan, ayah Nakula.
Raden Sadewa memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang
tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. Dalam hal olah senjata,
sadewa ahli dalam penggunaan pedang. Nama-nama lain dari Sadewa adalah
Sudamala, dan Madraputra.
Jika Nakula tak dapat lupa akan segala hal maka, Sadewa juga
memiliki ingatan yang kuat serta ahli dalam hal menganalisis sesuatu. Sadewa
juga ahli dalam hal Metafisika dan dapat tahu hal yang akan terjadi. Ini
diperoleh dari Ditya Sapulebu yang dikalahkannya dan menyatu dalam tubuhnya
saat Pandawa membuka hutan Mertani. Selain itu, Sadewa mendapatkan wilayah
Bumiretawu atau juga disebut Bawertalun.
Sadewa menikah dengan Dewi Srengginiwati putri
Begawan Badawanganala dan berputra Bambang Widapaksa.
Selain itu Ia juga menikah dengan Dewi Rasawulan, putri dari Prabu Rasadewa
dari kerajaan Selamiral. Menurut kabar, yang sanggup memperistri Dewi Rasawulan
akan unggul dalam Baratayuda Di saat yang sama Arjuna dan Dursasana juga datang
melamar, namun yang memenakan sayembara pilih itu hanyalah Sadewa karena ia
sanggup menjabarkan apa arti cinta sebenarnya.
Sebelum pecah Baratayuda, ada dua raksasa penjelmaan Citraganda
dan Citrasena yang bernama Kalantaka dan Kalanjaya yang datang ke Astina hendak
membantu kerajaan Astina. Kedua raksasa tersebut sebenarnya hanyalah jin biasa,
namun karena dikutuk oleh Batara Guru akibat mengintip Batara Guru dan Dewi Uma
yang sedang mandi di telaga. Kehadiran kedua raksasa tersebut tenyata
menimbulkan kegusaran dalam diri Dewi Kunti. Dewi Kunti lalu memohon pada
Batari Durga agar kedua raksasa tersebut dimusnahkan. Batari Durga meminta
Sadewa sebagai tumbalnya. Mendengar hal itu, Dewi Kunti tidak setuju dan
kemudian kembali ke Amarta. Batari Durga kemudian menyuruk Kalika, seorang jin
anak buahnya untuk menyusup kedalam tubuh Dewi Kunti. Dalam keadaan kerasukan,
Dewi Kunti menyuruh sadewa sebagai tumbal dan diminta menghadap Batari Durga.
Sadewa pun hanya menurut perintah ibu tirinya yang telah mengasuhnya dari
kecil.
Sesampainya di hutan, Batari Durga minta diruwat oleh Sadewa
menjadi putri yang cantik. Sadewa tidak sanggup melakukannya dan lalu akan
dimangsa oleh Batari Durga. Sang Hyang Narada yang mengetahui hal itu lalu
melaporkannya pada Batara Guru. Batara Guru lalu merasuk kedalam tubuh Sadewa
dan meruwat Batari Durga. Kemudian kedua raksasa jelmaan Citraganda dan
Citrasena dimusnahkan. Cerita ini dikenal dengan lakon Sudamala.
Setelah perang baratayuda selesai, Sadewa memilih menjadi patih
Hastina dan juga pendamping Puntadewa. Akhir hidupnya diceritakan mati moksa
dengan saudara-saudaranya.
Dalam
pewayangan gaya Yogyakarta, wayang Nakula dan Sadewa dibedakan oleh jamang lidi
(semacam hiasan kepala) yang di tunjuk dalam gambar dibawah. Sadewa menggunakan
jamang lidi sedang Nakula tidak.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar