TOKOH WAYANG NAKULA
Resminya,
Nakula atau Pinten adalah putra dari Prabu
Pandu dan Dewi
Madrim. Namun karena Prabu Pandu
tak dapat behubungan tubuh dengan istrinya, maka Dewi Madri yang telah diajari
ilmu Adityaredhaya oleh Dewi Kunti memanggil dewa tabib kayangan yang juga
dikenal sebagai dewa kembar. Batara Aswan-Aswin. Nakula adalah putra dari
Batara Aswan sedang Sadewa adalah putra dari Batara Aswin.
Raden Nakula
memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi
serta dapat menjaga rahasia. Setelah
12 tahun menjadi buangan di hutan, Nakula beserta saudara-saudaranya menyamar
di negeri Wirata. Di sana Nakula menjadi seorang pelatih kuda kerajaan bernama
Darmagrantika.
Aji-aji yang dimiliki oleh Nakula adalah Aji
Pranawajati yang berkhasiat tak dapat lupa akan hal apapun. Aji ini ia dapat
dari Ditya Sapujagad, seorang perwira Kerajaan Mertani di bawah kekuasaan Prabu
Yudistira yang menyatu dalam tubuhnya. Nakula pun mendapat wilayah yang dulu
diperintah oleh Sapujagad yaitu Sawojajar. Nakula juga memiliki cupu yang
berisi Banyu Panguripan dari Batara Indra, cupu berisi Tirta Manik yang
merupakan air kehidupan dari mertuannya Begawan Badawanganala.
Raden Nakula menikah dengan Dewi Retna Suyati, putri
dari Prabu Kridakerata dari Awu-Awu Langit dan berputra Bambang Pramusinta dan
Dewi Pramuwati. Ia juga menikah dengan Dewi
Srengganawati, putri Dari Begawan Badawanganala dari
Gisik Samudra berputri Dewi
Sritanjung. Saat perang Baratayuda berlangsung,
Nakula dan Sadewa diutus Prabu Kresna untuk menemui Prabu Salya dengan membawa
patrem (semacam pisau kecil) dan minta dibunuh karena tidak tahan melihat
saudara-saudaranya mati karena tak ada satupun manusia yang sanggup menandingi
Aji Candabirawa Prabu Salya. Prabu Salya yang terharu lalu memberikan rahasia
kelemahannya kepada si kembar bahwa yang sanggup membunuhnya adalah Puntadewa
yang berdarah putih.
Setelah Baratayuda selesai, Nakula diangkat menjadi
raja di Mandrapati menggantikan Prabu Salya karena semua putranya tewas dalam
perang Baratayuda. Diceritakan bahwa Nakula mati moksa bersama empat saudaranya
dan Dewi Drupadi.
Menurut Wikipedia Nakula (Sansekerta: नकुल, Nakula), adalah seorang tokoh protagonis dari
wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putera Dewi Madri, kakak ipar Dewi Kunti.
Ia adalah saudara kembar Sadewa dan dianggap putera Dewa Aswin, Dewa tabib
kembar.
Menurut kitab Mahabharata, Nakula sangat tampan dan
sangat elok parasnya. Menurut Dropadi, Nakula merupakan suami yang paling
tampan di dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang
dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira dalam kitab Prasthanikaparwa.
Secara harfiah, kata nakula dalam bahasa Sansekerta
merujuk kepada warna Ichneumon, sejenis tikus atau binatang pengerat dari
Mesir. Nakula juga dapat berarti “cerpelai”, atau dapat juga berarti “tikus
benggala”. Nakula juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa.
Menurut Mahabharata, si kembar Nakula dan Sadewa
memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda dan sapi. Nakula digambarkan
sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan
tugasnya dan selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap
senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki kemahiran dalam memainkan
senjata pedang.
Saat para Pandawa mengalami pengasingan di dalam
hutan, keempat Pandawa (Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) meninggal karena meminum
air beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan
kepada Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk
dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih oleh Yudistira untuk hidup kembali. Ini
karena Nakula merupakan putera Madri, dan Yudistira, yang merupakan putera
Kunti, ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima
atau Arjuna, maka tidak ada lagi putera Madri yang akan melanjutkan keturunan.
Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran di
Kerajaan Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat kuda dengan nama samaran
“Grantika”. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, dan
memenangkan perang besar tersebut.
Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh
belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam
perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya.
Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama
Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima bertanya kepada Yudistira,
“Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan
tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?”. Yudistira
yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang
menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan
ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut,
ia hanya hidup sampai di sini”. Setelah mendengar penjelasan Yudistira, maka
Bima dan Arjuna melanjutkan perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah
Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran yang layak, namun arwah Nakula
mencapai kedamaian.
Nakula dalam pewayangan Jawa
Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama
Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat). Ia
merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata, raja negara Hastinapura dengan
permaisuri Dewi Madri, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari
negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama adiknya, Sahadewa atau Sadewa. Nakula
juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti,
dari negara Mandura bernama Puntadewa (Yudistira), Bima alias Werkudara dan
Arjuna.
Nakula adalah titisan Batara Aswin, Dewa tabib. Ia
mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing.
Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mempunyai
Aji Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Ia juga
mempunyai cupu berisi “Banyu Panguripan” atau “Air kehidupan” pemberian Bhatara
Indra.
Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat, belas
kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia. Ia tinggal di kesatrian
Sawojajar, wilayah negara Amarta. Nakula mempunyai dua orang isteri yaitu :
* Dewi Sayati puteri Prabu Kridakirata, raja negara Awuawulangit, dan
memperoleh dua orang putera masing-masing bernama Bambang
Pramusta dan Dewi Pramuwati.
* Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama Tirtamanik.
* Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama Tirtamanik.
Setelah selesai perang Bharatayuddha, Nakula diangkat
menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya kakak ibunya, Dewi
Madrim. Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa di gunung Himalaya
bersama keempat saudaranya. Nakula
merupakan Kesatria yang ahli dalam bermain pedang. Nakula dan Sadewa memiliki
watak yang sama yaitu jujur, setia, taat dan patuh terhadap orang tuanya.
Sebagai titisan dari
Bambang Sukaca, Sadewa memiliki sifat cerdas dan mengetahui sesuatu yang bakal
terjadi (ngerti sadurunge winarah). Dengan
kelebihannya itu, Sadewa sering dimintai pendapatnya oleh Prabu Yudistira di
dalam menjatuhkan suatu keputusan. Oleh para putra Pandawa, Sadewa sering
dijadikan panutan karena nasihat-nasihat dan perilakunya yang baik.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar