gambang kromong
Selama ini kita sering dicekoki dengan seni dan budaya impor. Nge-pop-istilahnya. Derasnya gempuran kesenian dan kebudayaan yang masuk ke negara kita tercinta, sangat berdampak pada nilai-nilai seni dan budaya yang kita miliki. Gambang Kromong yang merupakan salah satu aset kesenian dan kebudayaan yang yang kita miliki, kini keberadaannya sudah nyaris hilang. Kalau pun ada, hanya saat berlangsungnya acara-acara khusus formalitas.
Biasanya lagu yang dibawakan oleh orkes gambang kromong
merupakan lagu yang memliki unsur humor, dan terkadang bersifat ejekan atau
sindiran.
Dalam
catatan kecil ini, pembaca diajak untuk bernostalgia sejenak menelusuri asal
muasal musik Gambang Kromong.
Selama
ini, Gambang Kromong selalu dianggap sebagai musik asli Betawi. Namun dari
sejumlah literatur, ternyata musik gambang kromong diketahui sebagai perpaduan
antara musik Betawi dengan musik tradisional cina.
Gambang Kromong adalah sebuah orkes tradisional Betawi yang merupakan orkes
perpaduan antara gamelan, musik Barat dengan nada dasar pentatonis bercorak
Cina. Orkes ini memang erat hubungannya dengan masyarakat Cina Betawi, terutama
Cina peranakan dan populer di tahun 1930-an.
Instrumen gamelan pada gambang kromong terdiri dari: gambang kayu,
seperangkat bonang lima nada yang disebut kromong, dua buah alat gesek seperti
rebab, dengan resonator terbuat dari tempurung kelapa mini disebut ohyan dan
gihyan, suling laras diatonik yang ditiup melintang, kenong dan gendang.
Sedangkan instrumen musik dari Barat meliputi terompet, gitar, biola, dan
saksofon.
Sekitar tahun 1937 orkes-orkes gambang kromong mencapai puncak
popularitasnya, salah satu yang terkenal Gambang Kromong Ngo Hong Lao, dengan
pemainnya terdiri dari orang-orang Cina semua. Alat-alat musik dalam orkestra
tersebut dianggap paling lengkap, terdiri dari alat-alat seperti berikut:
sebuah gambang kayu; seperangkat kromong; empat buah rebab Cina yang
berbeda-beda ukurannya; alat petik berdawai disebut Sam Hian; sebuah bangsing
bambu; dua buah alat jenis cengceng disebut ningnong; sepasang Pan, yakni dua
potong kayu yang saling dilagakan untuk memberi maat (tempo). Tangga nada yang
dipergunakan, bukanlah slendro seperti laras gamelan Jawa, Sunda atau Bali,
melainkan modus khas Cina, yang di negeri asalnya dahulu bernama tangga nada
Tshi Che; seperti yang di dengar pada gambang.
Susunan belanga-belanga kromongnya adalah sebagai berikut :
(A) (G) (E) (D) (C)
(D) (E) (C) (G) (A)
(A) (G) (E) (D) (C)
(D) (E) (C) (G) (A)
Adapun yang disebut “rebab cina”, yang berukuran paling besar dinamakan su
kong, sesuai dengan laras dawai-dawainya, yang meniru nada su dan nada kong.
Rebab dengan ukuran menengah disebut hoo siang, karena dawai-dawainya dilaras
menurut nada hoo dan nada siang. Rebab yang paling kecil dinamakan kong a hian,
sesuai dengan larasnya meniru bunyi nada-nada Cina. Rebab yang punya ukuran
sedikit lebih besar dari kong a hian, ialah yang bernama tee hian, yang
larasnya serupa dengan laras kong a hian.
Sam Hian adalah alat berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik seperti
memainkan gitar; dan alat itu memainkan jalur melodi (nuclear melody) dalam
orkes tersebut. Ketiga dawainya dilaras dengan nama nada dengan notasi
demikian, apabila orkes Gambang Kromong memainkan lagu-lagu khas Cina yang
disebut Pat fem, maka dipergunakan pula tambahan alat tiup berupa serunai,
yakni dai sosa dan cai di (siao sona). Pada waktu pertama kali muncul di
Betawi, orkes ini hanya bernama gambang. Sejak awal abad ke-20, mulai
menggunakan instrumen tambahan, yaitu bonang atau kromong, sehingga orkes ini
dinamakan Gambang Kromong. Pada masa itu hampir setiap daerah di Betawi
memiliki orkes Gambang Kromong, bahkan tersebar sampai daerah Jatinegara,
Karawang, Bekasi, Cibinong, Bogar, Sukabumi, Tangerang, dan Serang.
Bagi orang Cina kaya, tauke-tauke atau babah-babah pada masa “Batavia
Centrum”, sudah merupakan adat dan tradisi, untuk memeriahkan bermacam ragam
pesta dan perayaan mereka, dengan memanggil perkumpulan gambang kromong untuk
bermain. Misalnya pesta perkawinan, rasanya tidak sempurna kalau belum
memanggil orkes seperti itu ke dalam pesta. Musik dan nyanyian dengan iringan
gambang kromong, sudah lazim pula dirasakan belum cukup asam garamnya, kalau
belum disertai minum arak, brendi atau alkohol. Pemain musiknya terdiri dari
orang Betawi asli atau Cina.
Di dalam perayaan tradisional bangsa Cina, yaitu Cap Go Meh tidak lupa
dimeriahkan dengan Gambang Kromong. Repertoar Gambang Kromong yang sangat
dikenal oleh masyarakat penontonnya, antara lain: Pecah Piring, Duri Rembang,
Temenggung Menulis, Go Nio Rindu, Thio Kong len, Engko si Baba, dan lain-lain.
Selain itu gambang kromong, biasanya disertai pula dengan lakon-lakon, seperti:
Si Pitung, Pitung Rampok Betawi, Bonceng Kawan, Angkri Digantung, dan
lain-lain.
Adapun lagu Gambang Kromong yang terkenal adalah Jali-Jali. Sedangkan lagu
jenis Nina Bobok kebanggaan Gambang Kromong, berJudul indung-indung. Orkes ini
memiliki repertoar asli dalam bahasa Cina, yang disebut sebagai lagu-lagu
Phobin. Karena para penyanyinya kebanyakan terdiri dari wanita-wanita pribumi,
maka repertoar Phobin tidak dinyanyikan, melainkan dimainkan sebagai “gending”
(instrumental). Hal itu, bukan karena komposisi-komposisi tersebut memang
bersifat gending, karena banyak di antaranya yang benar-benar merupakan “Lied”
atau lagu untuk nyanyian vokal. Di antara lagu-lagu pobin ialah: Soe Say Hwee
Bin (Joo Su Say sudah kembali), Kim Hoa Tjoen (bunga Kim Hoa berkembang), Pek
Bouw Tan (bunga Bow Tan nan putih), Kong Djie Lok, Djien Kwie Hwee (pulang
kembalinya pahlawan bernama Siek Jin Kwie).
Pada zaman dahulu, masa Hindia Belanda orkes-orkes Gambang Kromong yang
bersifat Cina-Indonesia itu, seringkali tidak mempunyai biduanita-biduanita
yang dapat menyanyikan Po-bin-po-bin dalam bahasa Cina. Karena itulah lagu itu
dimainkan secara instrumental saja, padahal sebagian besar harus dinyanyikan,
karena merupakan melodi-melodi vokal. Lagu-lagu berbahasa Indonesia yang
dimainkan oleh orkes Gambang Kromong ialah lagu memuja bunga serta tokoh,
misalnya Pecah-Piring, Duri Rembang, Temenggung Menulis, Co Nio Rindu, Tion
Kong In, Engko si Baba, dan selain itu cerita mengenai peristiwa lampau,
umpamanya Bonceng Kawan, cerita Pitung Rampok Betawi, cerita Angkri Digantung
di Betawi. Adapun salah satu lagu pengantar tidur yang populer masa itu adalah
indung-indung.
Gambang Kromong sebagai sekumpulan alat musik perpaduan yang harmonis
antara unsur pribumi dengan unsur Cina. Orkes Gambang Kromong tidak terlepas
dari jasa Nie Hoe Kong, seorang pemusik dan pemimpin golongan Cina pada
pertengahan abad XVIII di Jakarta. Atas prakarsanyalah, penggabungan alat-alat
musik yang biasa terdapat dalam gamelan (pelog dan selendro) digabungkan dengan
alat-alat musik yang berasal dari Tiongkok. Pada masa-masa lalu, orkes Gambang
Kromong hanya dimiliki oleh babah-babah peranakan yang tinggal di sekitar
Tangerang, Bekasi, dan Jakarta. Di samping untuk mengiringi lagu, Gambang
Kromong biasa dipergunakan untuk pengiring tari pergaulan yakni tari Cokek,
tari pertunjukan kreasi baru dan teater Lenong.
Lagu-lagu
yang dibawakan pada musik gambang kromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat
humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan
lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai
lawannya.
lagu-lagu yang bercorak Tionghoa masih sering
dilantunkan dalam kesenian ini, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya,
seperti Kong Ji Liok, Sip Pat Mo, Poa Si Li Tan, Peh Pan Tau, Cit No Sha, Ma
Cun Tay, Cu Te Pan, Cay Cu Teng, Cay Cu Siu, Lo Fuk Cen, dan sebagainya. Memang budaya Thiong hoa sangat melekat pada
masyarakat betawi namun tak banyak orang yang menyadari mungkin karena faktor
keterbatasan pengetahuan atau sebagainya.
– Ensiklopedia jakarta.go.id
– indonesiaindonesia.com
-tp://www.ayobekasi.com/asal-usul-gambang-kromong/
-ttps://bantenhits.com/2013/03/12/gambang-kromong-perpaduan-musik-betawi-cina/
Komentar
Posting Komentar